Kuliner Khas Lumajang

by 19.16 0 komentar
Sebagai putra asli Lumajang saya selalu bingung ketika ditanya orang lain mengenai wisata kuliner di kota saya ini. Ketika menyebutkan soto dok, jelas itu sudah kepunyaanya madura. Bakso, itu jelas ada dimana2, jadi apa dong yang khas disini?...

Gunung Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa dengan ketinggian 3676 mdpl terletak di Kabupaten Lumajang


Well, terinspirasi teman saya yang sedang studi di Amerika dan juga sama-sama kebingungan ketika ditanya teman-temannya apa kuliner yg khas di Lumajang. Saya mulai berfikir pasti setiap daerah ada yg khas...termasuk Lumajang. Berikut kuliner khasnya:

 

1. Keripik Pisang Agung 


Lumajang kota pisang. Begitu slogan yang akan anda temui sesaat memasuki kota kecil ini. Ya, Lumajang terkenal dengan pisang Agung-nya.
Jenis pisang ini berukuran sekitar 5 kali lipat dari pisang normal pada umumnya. Dan pisang ini hanya ditemukan di Lumajang. Karena buah ini melimpah di Lumajang maka tak heran banyak hasil olahan dari buah ini seperti keripik, sale, jenang dan sebagainya


2. Sayur Kelor & Sayur Kelentang
Tumbuhan ini banyak tumbuh di daerah Lumajang. Meskipun sayur kelor & Kelentang ada di beberapa daerah di jawa timur tetapi saya menduga kuat asal kuliner segar ini berasal dari Lumajang.
Kenapa? Dari faktor sejarah Lumajang merupakan salah satu Kabupaten tertua di Jawa Timur dibandingkan kabupaten/kota di sekitarnya seperti Malang, Probolinggo, Jember yang umurnya tak lebih dari 1 abad, sedangkan Lumajang sudah lebih dari 7 abad

3. Ketan Keratok

Makanan ini ada hampir di setiap warung kopi seantero Lumajang. Ketan keratok menjadi makanan favorit saat sarapan di pagi hari ditemani segelas teh atau kopi hangat. Keluarga saya dari luar kota pasti mencari makanan ini saat berkunjung ke Lumajang. Ketan kratok ini berbeda dengan ketan kratok seperti yang disebutkan di daerah lain, karena sebetulnya ketan ini terbuat dari kacang koro.

iqbal

Author

Seorang dosen di sebuah Universitas Swasta yang memiliki cita-cita besar untuk sebuah peradaban | pecinta onde-onde panas

0 komentar:

Posting Komentar